Rss

Monday, April 13, 2015

E-book Cermis Onyol Segera Hadir Berkala



Halo, LOLs and Beps. Gimana kabar kalian hari ini? Semoga dalam keadaan happy dan waras ya ketika nyimak surprise lain dari gue kali ini. ((:

Iya, LOLs. Gue rasa kali ini, gue nggak perlu lagi buang-buang waktu dan kesempatan buat berbagi waktu dan kesempatan hebat bareng kalian.


Langsung aja, nih, ya.


Tiga tahunan lalu akun gue (dulu @WOWKonyol, sekarang @RonsImawan) dikenal dengan trademark dan ciri khasnya sebagai story teller kisah-kisah misteri di lini-waktu saban kamis malam. Dari mulai cerita horror yang diambil dari kejadian real, fiksi horror, fiksi horror psikologi, sampai thriller yang mencengangkan kalian lantaran twist-twist yang mengecoh.


Segmen yang jadi paporit kalian ini terus berlangsung selama kurang lebih 2 tahunan, sampai akhirnya... GONJRENGG! Gue marah, gue kecewa, gue pundung dan gue jenuh dengan kelakuan oknum beberapa stasiun telepisi yang seenak dengkulnya nyomot premis dan ide-ide cermis gue buat diangkat ke versi audio-visual/layar perak (semacam FTV atau sinetron apa gitu). Tanpa izin, tanpa konfirmasi. Karya-karya gue yang nggak memiliki kekuatan hukum dijadiin special chance buat ngeruk keuntungan in a bad way. This is bad for me, and for yall, tentunya. Nggak perlu gue sebut merk stasiun tipinya dan cerita-cerita mana yang mereka caplok, yang pasti, gue dan kalian subaraten (sudah barang tentu) dirugikan karena ini. Segmen yang selalu kalian tunggu every malam jumat ngilang tanpa jejak lantaran gue memutuskan untuk pakum dulu ngedongeng. Dan, kepakuman ini jelas aja bikin followers gue (kalian) kecewa. Alhasil, ide-ide liar untuk bercerita pun makin menggunung di kepala gue, nggak tersalurkan.


Nggak kehitung berapa jumlah keluhan dan kicauan-kicauan mendung yang menyuarakan kekangenan atas cermis-cermis gue. Beberapa yang nggak paham permasalahannya malah nge-judge gue sombong gara-gara nggak mau nyermis lagi. Mereka pikir gue sibuk pacaran sekarang. Padahal, pacaran aja masih sama jemari sendiri.


Penomena keluhan ini akhirnya bikin gue mikir buat nyari jalan keluar. Para penggemar fanatik cermis dan certhrill (cerita thriller) gue nggak boleh dibiarin terkatung-katung menunggu kepastian dari gue. Waktu itu gue bilang, suatu saat gue pasti nyermis lagi. Mungkin di media yang berbeda atau dengan cara yang lain. Entah itu dengan nelorin buku berisi kumcermis, atau nyermis di web seperti yang pernah gue sampaikan tempo hari. Gagasan itu tentu aja didukung penuh. Bahkan nggak sedikit yang yakin rela ngeluarin kocek berapapun itu kalau memang perlu, asalkan gue tetep berkarya. Ini mengesankan gue mah. :')


Nah, belakangan ini tercetuslah ide rada-rada berlian dan brilian buat memenuhi hasrat pecandu cermis gue itu.


Gimana tuh caranya?


Dengan nyermis di E-BOOK!!


Siall! Kenapa nggak terpikirkan dari dulu ide ini. Bikin ebook jelas bisa gue ambil sebagai jalan tengah. Selain praktis, bikinnya nggak perlu setebal buku pada umumnya, dan nggak bertele-tele. E-book juga gampang dibeli tanpa bikin ribet kalian. Nggak perlu ujan-ujanan dan kepanasan ke toko buku (kadang-kadang pas nyampe, bukunya sold out), nggak perlu nunggu berhari-hari sampai bukunya dikirim, nggak perlu nunggu sampai belasan bulan karena bikin buku fisik itu ya harus memenuhi syarat ketebalan. Belum lagi proses editing, covering, dan ini itu. Dan ingat, go-green. Hehe *dikeplak penerbit*


Proses kreating e-book nggak setele-tele itu. Dalam sebulan, gue bertarget bisa nerbitin 2 e-book yang berisi 2 cermis/certhrill istimewa, dengan ketebalan 40-60 halaman/e-book. Pass!


Karena ini berbayar, jelas isi buku secara keseluruhan bakal beda banget kualitasnya daripada cerita-cerita lain yang gue usung di twitter atau blog. Citarasa kisah sebusuk Onyol tetap bakal kalian temukan di sini, dengan gaya bahasa dan diksi-diksi berkelas dan berbekas.


Lalu, gimana soal harganya, Nyol?


Harganya bersahabat banget kok, cuma Rp. 59.000/e-book.


Anjirrr, Nyol! Emak lu gue makan aja gimana?!


Hahaha.. Becanda, LOLs & Beps. Masa iya e-book 40-60 halaman harganya setara sama buku TFU yang 400 halaman. Nggak lah. Ini yang bener: harga e-book gue bakal dipatok di angka Rp. 9.900 sampai Rp. 13.000/e-book. Rata-rata adalah Rp 10.000 aja/e-book. Murah, kan? Otomatis. Harga ini jauh lebih hemat dibanding harga e-book yang dijual penerbit-penerbit buku pro yang mencapai 15-20k/e-book.


Jadi, cuma dengan nyisihin uang jajan 20k/bulan, kamu bisa ngikutin cermis-cermis bedebah gue sebanyak 2 kali (2 e-book). Untuk jajanan sehat, gue yakin angka ini nggak ada artinya buat kalian, especially buat para pecandu tulisan gue. Trust me, kejutan-kejutan dan pengalaman mencekam yang bakal didapat di pesta aksara gue bakal bikin kalian berpikir, "Harusnya gue bayar lebih untuk ini." Hehe.. ;)


Terus, kapan e-book cermis lo bisa gue donlot, nyol? Cuma ceban mah gampang.


Sabar sedikit. Dalam waktu 1 minggu ke depan dari sekarang (13/04/15), Insya Allah bukunya udah menetas dan siap kalian setubuhi. Pokoknya, e-book baru gue bakal rilis tiap 2 minggu sekali, dan murtad kalau sampai kalian lewatin. Rencananya, cermis pertama yang gue usung adalah cerita yang kalian tunggu sejak sebulan lalu itu, genre thriller; tentang karma sang Begal. Yeay!


Katanya cerita ini mau lo posting di lupatidur.com, Nyol? Kok jadi di e-book?


Setiap rencana bisa berubah kapan aja. Termasuk yang ini. Karena satu dan lain hal, launching web gue harus tertunda sampai masa waktu yang nggak bisa gue tentuin, LOLs. Sabar aja, ya. Begitu waktunya tiba, gue, dan juga kalian bakal bercerita di situ. Untuk itu, buat memenuhi janji gue, ide peluncuran e-book ini memang yang paling memungkinkan buat dieksekusi secepatnya.


Khusus genre horror dan thriller, untuk sementaun memang gue aplikasiin lewat e-book dulu. Demikian.


Tapi, gue gaptek, Nyol. Nggak ngerti gimana caranya beli e-book. Gimana, dong?


Nggak ada istilah-istilah gaptek. Sekedar beli e-book aja lo nggak perlu jadi IT expert atau hamtek. Tinggal klik link yang gue share, lalu klik tombol "beli". Abis itu, lo transfer pembayarannya (kalau nggak bisa via e-banking atau m-banking, ya ke ATM, seperti biasa). Terus, kalian konfirmasi, deh, bukti pembayarannya ke email/BBM/WA/Line dll. Kalau udah, lo bakal dapet unique link sama password buat download e-book yang lo pilih. Beres! Abis itu, lo tinggal tersesat di pesta aksara, lalu bakal keluar dengan napas tersengal-sengal. Ketagihan? Bukan tanggung jawab gue, dong. :D


Oya, biar nggak ketinggalan info e-book cermis terbaru gue, add LINE gue ya, klik "Di Sini". Gue bakal update info terbaru tiap kali buku gue terbit. Ya kali aja kan lo lagi males twitteran, terus kelewat deh informasinya. Kan, bahaya.


Untuk sementara project kecil-kecilan ini kerjasama sama @pengenbuku. Doi yang sediain aplikasinya, melayani pembelian buku kalian dan cuma ada satu e-book yang bakal available di sana, yakni e-book gue aja. Begitu.


Yaoke. Sekian dulu, ya, informasi surprise yang bisa gue sampaikan. Tunggu loncing e-book pertama gue seminggu dari sekarang. Dan, kalau ada yang mau ditanyain, apapun, silakan di box comment. Jangan sungkan, bakal gue jawab dengan ringan hati.


Keep support. Cause with you, my heart, my mind and my soul could never grow old~



Thursday, February 6, 2014

Hidden Green Paradise


Ketika ditanya, tampat traveling green view paling indah kesukaan lo dimana? Semua pasti serempak jawab: Danau Toba, Bromo, Dieng, Gang Doli, atau Ngarai Sianok. Ya, oke. Semuanya emang keren. Tapi, jarak yang kudu kalian tempuh dari Jakarta ke tempat-tempat itu, kan, nggak main-main jauhnya. Apalagi cost yang dibutuhin juga lumayan nguras duit gajian, atau duit emak.

Nah, dalam sebulan terakhir ini gue udah nyoba keliling tanah Pasundan buat berburu angin sejuk di pedesaan (karena panorama beton terlalu mainstream). Hasilnya nggak mengecewakan rupanya. Bisa dibilang.. menakjubkan. Dengan cost yang nggak bikin dompet mendadak ramping, gue bisa ngerasain suasana sejauh Jakarta sampai Merauke. Melarikan diri dari rutinitas, meloloskan diri dari hiruk pikuk, membebaskan jiwa dari aturan ketat (lebih ketat dari kaosnya Bang Ipul), kerasa jadi lebih bijak dan worth it.

Gue mulai dari Ciwidey, Bandung, ya. Ini green view favorite gue all the time. Panorama berkelas dunia bisa kalian temuin di sini, dengan jarak tempuh cuma *selangkah dari Jakarta. 

*jangan percaya

Untuk peta lokasi, kalian googling aja sendiri, atau tanya sopir-sopir bajaj kesayangan kalian, ya. Gue cuma bisa ngasih teaser keelokannya doang.

Ciwidey ini panoram hijau yang dihiasin samudera perkebunan teh di sepanjang jalan dua tapak. Tea garden tersebut terletak di Kecamatan Rancabali. Perkebunan teh Rancabali ini yang paling besar di Jawa Barat. Luasnya lebih dari 1500 hektar, 1600 meter di atas permukaan laut. Nggak usah ngebayangin gimana dinginnya angin yang menggerayang di sini. Trust me, nyiksa banget. Tapi, in a good way pastinya. Di sekitar perkebunan teh banyak tempat wisata yang udah nggak asing lagi buat pecandu piknik. Kawah Putih, Pemandian Air Panas, Saritem, dan Situ Patenggang yang menghampar angkuh di tengah miliaran lembar daun teh.


















Next.
Destinasi berikutnya Tasikmalaya. Kota yang udah punya twentiwan sama gramedia ini udah lumayan padat ternyata. Tapi generasi kita masih bisa ngerasain fresh air-nya. Stay di sini ga perlu pake AC. Cukup ada janda telanjang, bujang pun melayang. Ga kedinginan, tapi juga nggak kegerahan. 

Lokasi traveling yang gue buru di sini tentu aja Kampung Naga sama Gunung Galunggung. Lagi-lagi kedua lokasi ini berhasil bikin gue lupa aroma ketek gue yang sombong akibat keringetan.

Yang mau tau apa itu Kampung Naga, tradisi dan budayanya, kebiasaan unik dan mitos-mitosnya, kajian antropologi dan cabe-cabeannya, simak aja di sini 

Yang pasti, Kampung Naga lumayan menambah wawasan gue dan sesuatu yang nggak pernah terpikirkan; Orang pinggiran yang hidup tanpa listrik dan bahkan pendidikan, sanggup menjaga cultur dan adat istiadatnya sebaik mereka menjaga dirinya sendiri. Kalau udah gini, mana bisa kebudayaan mereka dicolong negeri sebelah?

Kita sebagai orang-orang yang hamtek, ada kalanya selalu menganggap orang-orang kampung itu norak. "Mereka itu bodoh, selalu percaya takhyul. Masa malam-malam membunyikan genderang dan talu-taluan biar terbebas dari gangguan setan. Kan, konyol."
Lalu, di saat yang bersamaan, orang-orang kota membunyikan klakson secara serempak biar terbebas dari kemacetan.
Bukannya itu sama-sama takhyul? :p

Ada lagi.
Kata orang-orang kota, "Dasar orang kampung. Masa mandiin anak di sungai. Airnya butek gitu. Terus, kalo anyut gimana? Kan, bahaya."

Orang kampung nggak mau kalah, "Orang-orang kota itu aneh. Tempo hari saya disuruh mandiin anak majikan saya yang masih balita. Tapi disaat bersamaan, majikan saya malah mandiin anak anjingnya yang mahal itu. Hiii, nggak kebayang gimana perasaan anaknya kalo ngerti."

Ah, sudahin aja. Biar kalian menyimpulkan sendiri, apa yang sebenernya terjadi di atas.

Ini dia panorama Kampung Naga:

 













Next.
Gunung Galunggung. Gunung yang udah deactive ini jauhnya sekitar 100 menit dari Kampung Naga. Panorama kawah yang udah ngebentuk danau ini bisa kalian liat dari bibir puncaknya. Kerrren bengeuss.
Buat nyampe ke atas juga nggak perlu ribet hiking, apalagi nyari jalan kucing. Udah disediain tangga lurus sampai atas. Masalahnya, anak tangga yang kudu dinaikin ini ternyata nggak sedikit. Kaki kalian harus siap-siap berotot setelah menapaki nggak kurang dari 620 anak tangga! Peww!

Kalau 1 anak tangga aja tingginya 25 cm, berarti total ketinggian yang harus dinaiki adalah 15.500 cm, atau 1,5 km, atau nyaris 1 mil. Itu artinya, gedung pencakar langit tertinggi di dunia aja, Burj Khalifa, masih kalah jauuuh dari ketinggian puncak Galunggung. Dan dalam keadaan nggak siap, kalian harus menaikinya dengan jalan kaki! Nggak ada, di Galunggung nggak ada elevator. Lagi rusak.

Sehabis bertarung melawan nafas yang ngos-ngosan, sekurangnya 2000 kalori bakal dihanguskan dari tubuh. Kalau beruntung, lingkar pinggul kalian bakal berkurang beberapa centimeter. Yang apes, gimana coba kalau kalori yang dibakar itu justru cuma di bagian dada doang? Waheyy, kempes tetek kita! (logat bekasi). 












Segini aja dulu, ya, LOLs, Explore Pasundannya. Tunggu sekuelnya, karena gue masih nyimpen cerita-cerita mahakarya Tuhan ini di postingan blog berikutnya.

Numpang nyisipin referensi, ya. Kali aja ada yang punya mimpi jalan-jalan jauuuh ke belahan bumi lain, tapi nggak memungkinkan karena gaji aja masih sering pending.

Ini juga mimpi gue. Jalan-jalan gratis ke negeri orang, dengan sedikit faktor keberuntungan!

Aheuyy, gratis liburan ke 5 benua. Ciamik, kan? Nggak usah pake mikir. Cuma 5 menit doang join sayembara #BebasLiburan ini, terus tinggal nunggu kabar ngejutinnya. Silakan, bisa simak di sini

Selagi nunggu terbang ke daratan impian kalian, jangan lupa napak tilas ke Hidden Green View-nya Pasundan, ya, dan ditunggu ceritanya. 

Oya, yang mau kasih referensi lokasi-lokasi traveling oke di sekitar jawa, sangat-sangat boleh diinfoin ke gue. Ditunggu di box comment. 

*kecup meletus*


Thursday, March 28, 2013

12 Oktober




Halo, LOLs and parabebep. Udah pada makan? Kalo udah, coba sisa makanannya jangan dibuang. Di luaran sana banyak ikan-ikan sama kucing kelaparan. Berbagi, gih. Mereka bisa ambil bagian jadi penolong kamu, lho, di akhirat nanti.

Cukup basa-basinya, ya. Sekarang gue mau bahas cermis nyata yang pernah terjadi di Pulau Dewata, alias Bali. Iya bener, LOLs. Kisah mencekam ini gue dengar langsung dari salah satu tamu hotel di daerah Legian, tempo hari. Namanya Elyas. Cowok seperempat baya asal negeri kangguru. Rambutnya dikepang semi gimbal, bulu alis dicukur, hidung di-piercing, bibir dijahit. Sementara nama hotelnya, hotel Mertua Indah Sari 3gp (tentu aja nama disamarkan).

Entah kenapa, tiap traveling ke suatu tempat di negeri ini, gue selalu aja tergelitik buat trying to figure out soal peristiwa-peristiwa aneh atau mitos spooky yang pernah kejadian di tempat tersebut. Kalau nggak nanya sama guidenya, ya nanya sama tamu hotel, penunggu hotel, atau kadang-kadang pengemis tripping pun nggak luput dari wawancara ganas gue.

"Mas, punya cerita serem yang beneran pernah kejadian nggak disini?" atau, "Blih, desas-desus soal Leak itu mitos atau fakta, sih?" atau, "Datuk, tampang Datuk kok serem, ya? Datuk ini orang atau trenggiling?" dan lain semacamnya.

Nah, kebetulan hotel tempat gue mengejakulasikan letih dan lelah ini tetanggaan sama turis asal Australia. Doi jago bahasa portugal, lho. Waktu ngedongengin gue cerita serem yang dialami temen-temennya gitu, doi pake bahasa portugal. Asli, ceritanya miris total. Gue sampe meremang plus berlinang air mata waktu menyimaknya.

"Kamu kenapa nangis, Rons?" Tanya doi.

"Kalo nangis ya sedih. Aaaa, Bibir Paralon!"

"Tapi saya baru mulai beberapa kalimat saja. Kok bisa sampai nangis begitu?" Keponya lagi.

"Justru itu. Gue nggak tau situ ngomong apa. Mana ngerti gue bahasa Portugal!" bentak gue sembari menenggak arak Bali. Sementara dia ngakak nggak jelas sembari ngunyah mushrooms.

Kelakuan ...

Jadi, cerita doi tuh gini.

Mulai serius, dong, ya.

Lokasi: Hotel Menantu Penggoda Mertua 3gp (bukan nama sebenarnya). Legian, Bali. 16 Juli 2011. Jam 3.10 am.

Saat itu, 3 orang sahabat tengah berbaring manja di salah satu kamar hotel family room. Namanya Galla, Mekka, sama Petra. Mereka ini habis dugem di salah satu pub terdekat sambil makan malam dan minum-minum.

Mekka sama Petra cuma butuh 5 menit saja untuk melelapkan diri. Maklum, mereka memang minum paling banyak. Sementara Galla, dia hanya minum anggur Bourbone. Itu pun tidak sampai separuh gelas kecil. Jadi, cuma dia satu-satunya yang masih terjaga saat itu.

Suasana agak gelap. Penerangan hanya berasal dari lampu tidur yang ada di samping Galla. Ranjang ukuran King di kamar itu memang sangat besar. Makanya mereka sengaja tidur di satu ranjang. Bahkan buat sekelurahan pun sepertinya cukup.

Tatapan mata Galla membentur langit-langit kamar. Ukiran khas Bali yang menghiasi sepanjang langit-langit membuat matanya memutar, memerhatikan setiap ukiran yang membentuk sebuah cerita. Goresan halus yang menyerupai pura-pura kecil sedikit memukau matanya. Lalu pandangannya bergeser pelan ke tengah langit-langit, dan menemukan ukiran manusia-manusia yang tampak menyerupai dewa. Bersayap, tangan mengepak, dengan jubah panjang yang tersingkap digerayangi angin.

Tak sampai di situ. Untuk menjemput kantuk yang tak kunjung menepi, Galla masih memerhatikan ukiran-ukiran berkelas itu. Matanya merangsak ke ujung langit-langit yang sejajar dengan meja televisi. Galla melihat ukiran seorang gadis belia tengah berlari kecil sembari tertawa riang. Dari bentuknya, Galla tidak melihat ciri khas yang menunjukkan dia adalah seorang gadis bali. Dari bola matanya yang bulat besar dan rambutnya yang sedikit ikal, justru dia tampak seperti pendatang, atau mungkin turis seperti dirinya. Gadis itu juga mengenakan gaun putih, gelang biji (entah biji apa, karena ukiran itu hanya berwarna putih polos), dan sepatu yang terlihat seperti sepatu balet. Mungkin usianya baru 11 tahun.

Galla masih memperhatikan ukiran sang gadis. Saking detailnya, ukirannya terasa begitu hidup. Galla seakan terbius untuk terus menatapnya. Dia pun tersenyum kecil.

Sejenak, Galla menyambar handphone yang tergolek di meja lampu untuk melihat jam. Lalu kembali menerawang ke langit. Ke arah ukiran si gadis.

Namun, tiba-tiba bulu roma Galla meremang. Entah penglihatannya yang salah, atau memang penerangan yang kurang, dia tidak lagi melihat sang gadis. Ya, Guys. Ukiran indah gadis itu menghilang hanya dalam sekejap. Ukiran tempat dimana bidadari kecil itu berlari, kini hanya berganti langit-langit putih polos. Tak ada lagi ukiran di sana. Namun, ukiran lain yang Galla lihat di sisi lain masih ada. Dewa-dewa dan barisan pura itu masih menghias langit-langit. Hanya gadis itu. Hanya gadis itu yang menghilang.

Galla membeku. Masih dalam posisi berbaring, logikanya gemetar menahan kejanggalan yang mengusik kesendiriannya. Dua sahabat lainnya bukan siapa-siapa. Galla sama sekali tidak bisa menganggap keberadaan mereka. Mereka tengah terlelap total. Sungguh, dia tidak bisa berharap banyak dari dua orang perempuan mabuk itu. Mungkin hanya banjir bandang yang sanggup membangunkan mereka.

Galla memejamkan mata beberapa detik lamanya, lalu membuka kembali kelopaknya seraya menghunuskan tatapannya ke tempat yang sama. Ke tempat dimana ukiran bidadari kecil itu mengusiknya sedari tadi.

Hasilnya?

Ada!

Ukiran gadis itu kembali menampakkan diri di tempat yang sama. Namun, kali ini raut muka sang gadis berubah memuram. Tak ada lagi ceria di rautnya. Tawa sempurna itu menghilang, dan kini berubah menjadi mimik cemas tak terkira.

Lagi-lagi Galla dibuat terhenyak menyaksikan pemandangan itu. Bulu roma yang dibuat meremang, kini semakin berdiri tegak menyiratkan ketakutan. Bagaimana mungkin ukiran itu bisa menghilang dan muncul kembali hanya dalam satu kedipan mata?

Galla menarik selimutnya hingga menutupi kepalanya. Dalam selimut, dia berusaha mengendalikan debaran jantungnya yang bergemuruh. Ruangan dingin pun tak mampu menyejukkan tubuhnya. Peluh halus mulai mencuat membasahi kulit putihnya.

Setelah menghela nafas panjang beberapa kali, perlahan, Galla mulai membuka selimutnya. Dan, kembali melabuhkan tatapannya ke arah ukiran sang gadis.

Hasilnya?

Hilang.

Lagi. Ukiran bidadari kecil itu lagi-lagi menghilang. Selalu begitu. Kemunculan dan keraibannya tak pelak membuat Galla semakin panik. Seolah dia tengah dipermainkan suasana mistis yang tak masuk akal. Matanya masih menatap tajam ke arah langit-langit polos itu. Dia masih tak bisa memercayai apa yang dihadapinya. Keganjilan itu sukses mematahkan akal sehatnya.

Galla kembali menarik selimutnya. Dalam selimut, dia berusaha membangunkan Petra, yang berbaring tepat di sampingnya. Dia menyerah. Mau tidak mau, Galla harus membuat salah satu dari mereka bangun.

"Ssst!! Pety!! Bangun, Pety!!" Desis Galla sembari mencubit keras pinggul Petra beberapa kali. Tapi, tentu saja usahanya sia-sia. Si perempuan mabuk itu sudah terlalu jauh meninggalkan realita.

Tubuh Galla masih gemetar hebat tatkala rasa penasarannya terbakar. Ini menakutkan, sangat menakutkan. Namun, Galla ingin tahu apa yang sebenarnya diinginkan gadis itu hingga tak sungkan-sungkan mengganggunya. Setiap raut yang ditunjukkan sang gadis selalu berubah. Kian meruncing. Kian menajam. Apa maksud dari semua ini?

Perlahan, Galla mulai menurunkan selimut magenta itu. Namun, dia belum berani membuka matanya. Jika kelopaknya terbuka, maka bola mata hitamnya akan langsung membentur ukiran si gadis. Raut apa lagi yang bakal dilihatnya kini?

Secepat kilat, Galla pun membuka matanya, dan menabrakan tatapan itu ke arah sang gadis.

Apa yang terjadi kemudian? Jeritan hebat dari mulut Galla pun membahana di kamar mewah itu. Jeritan yang menyiratkan keterkejutan yang sulit diuraikan lewat kata. Jeritan yang menyiratkan ketakutan yang memuncak, lebih tinggi dari puncak gunung!

Masih menempel di langit-langit, ukiran bidadari kecil itu kini terlihat jauh lebih besar. Posisi tangannya seperti hendak menerkam. Mulutnya menyeringai, matanya melotot tajam tepat ke arah dimana Galla membenturkan tatapannya. Pandangan kedua pasang mata itu bertemu, hingga membuat jeritan Galla membuncah tak terelakkan.

Lalu, siapa gadis kecil itu?


Lokasi: Hotel dan room yang sama, di Legian, Bali. 12 oktober, 2002. Jam 11.15 pm.

Seorang gadis bule nan cantik terjaga dari tidurnya. Matanya menatap kesana kemari untuk mencari seseorang.

"Mamaaaa ...!" teriaknya.

Namun, seperti missed call, panggilan gadis itu tidak terjawab. Dengan gontai, dia pun melangkah menghampiri meja televisi untuk melihat secarik kertas yang berisi tulisan dari mamanya.

"Sayang, Mama keluar dulu, ya. Tadinya mau ajak kamu, tapi kelihatannya kamu capek sekali. Mama tidak tega membangunkanmu. Kamu jangan takut. Makanan sudah Mama siapkan di kulkas. Jangan kemana-mana, ya. Mungkin Mama akan kembali sebelum kamu bangun. Peluk cium. Mama."

Begitulah isi pesan yang ditinggalkan mamanya. Sesaat kemudian, gadis itu menggemeretakkan giginya, menahan sedih.. Dan marah. Bagaimana mungkin mamanya tega meninggalkan dia sendirian di kamar hotel. Padahal sang mama tahu, dia sangat penakut. Selalu begitu. Di rumahnya di Canberra pun, mamanya sering meninggalkannya di rumah. Memang tidak ditinggal sendirian. Mamanya selalu meminta pengasuh freelance buat menemani sang gadis. Tapi tetap saja, si gadis tidak pernah suka mamanya melakukan itu.

Dan sekarang, mamanya melakukannya lagi. Meninggalkannya di di kamar hotel luas sendirian, di tengah malam pula. Bagaimana mungkin mamanya begitu tega?

Maklum, watak perempuan hedonis memang begitu. Terkadang, mereka cacat membedakan antara prioritas dan egoitas.

Gadis belia itu buru-buru mengenakan gaun pendeknya, lalu dengan tergesa segera meninggalkan family room tersebut dengan sepatu balet di kakinya. Di tangan kirinya juga tampak gelang biji gebang dwiwarna, menghiasi pergelangannya. Dia harus menemukan mamanya untuk protes mengenai kebiasaan buruknya.

Sang gadis tahu apa yang paling gemar dilakukan mamanya jika beliau keluar malam. Tidak jauh dan tidak bukan: dugem, hura-hura, mabuk-mabukan. Jika gadis itu harus menunggu di hotel, mamanya tidak bakalan balik sampai besok pagi. Itu pun selalu dihantar orang asing sembari dibopong.

"Sir, dimana aku bisa menemukan Night Club terdekat dari sini?" tanya gadis itu pada seorang pemuda lokal. Tentu saja dalam bahasa Inggris.

"Oh, Night Club di sini ada dimana-mana, Dek. Kamu bisa coba ke Night Club yang di ujung sana, ya. Tempatnya paling oke. Adek pasti suka," jawab si pemuda.

Setelah mengucapkan terima kasih, gadis itu pun bergegas menuju Night Club yang dimaksud. Memang tidak jauh. Jaraknya hanya 100-an meter dari hotel.

Beberapa saat kemudian, sang gadis pun berdiri tepat di depan pintu masuk pub itu. Rautnya ditekuk hingga berlipat-lipat. Di antara lautan manusia yang lalu lalang keluar masuk, bagaimana dia bisa menemukan sang mama? Bunyi musik yang memekakkan telinga dan sorot lampu-lampu yang mengerjap, membuat gadis itu merasa semakin risih dan jengah. Tipis harapannya untuk menemukan sang mama. Air mata si gadis pun tak terasa mengambang di pelupuknya.

"Mama ... Where are you?" dengus sang gadis. Tidak dengan teriakan. Hanya suara gumaman yang melukiskan kegelisahan. Gadis itu menyeka air matanya yang jatuh. Kesedihan dan amarah tergores jelas di raut mungilnya. Pilu.

Dengan gontai, gadis itu pun membalikkan tubuhnya untuk kembali ke hotel. Suasana yang tidak seperti dugaannya, membuat dia menyerah begitu saja.

Namun tidak sampai tiga langkah kemudian, gadis itu sempat menghentikan ayunan kakinya tatkala .... suara ledakan hebat menggelegar, pecah menggaung hingga ke langit. Begitu dahsyatnya bunyi ledakan itu, hingga tak menyisakan segenggam benda pun tetap utuh pada bentuk dan tempatnya.

Berantakan. Luluh lantak. Hangus.

Suara hingar dan gemerlap lampu-lampu disko itu kini berubah menjadi lautan api dan jeritan pilu yang mengguncang. Api menjilat ratusan tubuh manusia. Asap hitam membumbung tinggi ke langit, membentuk awan mendung yang mengisyaratkan kepedihan. Mayat-mayat bergelimangan. Darah dan potongan tubuh manusia berserakan bak pecahan kaca.

Tak jauh dari lokasi ledakan, sebuah tangan tampak tergolek, memerah oleh darah. Dia telah terpisah dari tubuhnya. Dia tangan yang mungil. Dia tangan yang tak berdosa. Sesaat jarinya terlihat sedikit menghentak sebelum akhirnya benar-benar kaku dan diam, tak bergerak.

Suara hingar dan gemerlap lampu-lampu disko itu kini berubah menjadi lautan api dan jeritan pilu yang mengguncang. Di sana ada selonjor tangan tak berdosa. Tangan mungil yang dihiasi gelang biji gebang dwiwarna nan indah.

Dia telah terpisah dari tubuhnya.

Dia telah terpisah dalam pencarian induknya.

---------------------------------------------------------------

Gue sempat menahan nafas waktu si Elyas nyeritain kisah mencekamnya. Nama bidadari kecil itu Chrissy. Usianya 11 tahun saat dia menjadi salah satu korban keganasan Bom Bali di sana. Waktu Chrissy keluar dari hotel, dia sempat minta izin sama petugas yang berjaga di lobby buat keluar. Dan, rupanya Chrissy pergi bukan untuk menjemput sang mama, melainkan ajalnya.

Terus kabar mamanya Chrissy gimana? Mamanya selamat. Saat kejadian, beliau lagi ada di pub lain. Sang mama nyaris gila saat balik ke hotel, dia nggak menemukan putrinya. Kemudian, dia bener-bener sakit jiwa saat firasat buruknya terbukti. Chrissy tewas dalam tragedi mematikan itu.'Hikmah' yang pantas untuk didapat oleh seorang ibu yang mengabaikan buah hatinya.


Sampai sekarang, di hotel tempat dimana Chrissy check in, sering ditemuin hal-hal ganjil.

Menurut salah satu pegawai hotel yang gue desak, beberapa tamu yang udah-udah bahkan pernah melihat penampakan sang gadis. Kalo nggak di toilet, ya mondar mandir berupa bayangan hitam di kamar yang bersangkutan.

Termasuk pengalaman mencekam Galla. Sesaat setelah diteror melalui penampakan ukiran si gadis, mereka langsung check out keesokan paginya. Tentunya setelah mendengar penjelasan soal keganjilan itu. Itulah yang mereka ceritain ke Elyas, yang kemudian diceritain lagi ke gue. Pokoknya, udah jadi rahasia umum lah.

Harusnya kamar itu nggak perlu dipake kalau aja kamar-kamar lain nggak penuh. Jelang musim liburan, hotel-hotel di wilayah Legian emang kayak gelas isi cendol. Penuh.


Omong-omong, tragedi bom Bali adalah kasus terorisme terparah sepanjang sejarah di negeri ini; yang sempat mencoreng keras nama Indonesia, LOLs.

Waktu visit ke sana, gue sempat nengok Monumen Bom Bali, dan ngelihat nama-nama korban yang diukir di batu marmer hitam. Korban terbanyak memang turis asal Australia, lalu disusul oleh turis setanah air dan pribumi. Sementara korban terbanyak ketiga ditempati turis-turis asal inggris.

Mengheningkan cipta dulu, yok, sebentar. Kita mengenang Tragedi 12 Oktober sesaat saja. Kirim sebait doa buat kedamaian semua korban yang udah RIP di sana. Semoga kehidupan kekal yang tengah dijalani hingga sekarang, lebih baik daripada kehidupan sebelumnya yang sudah ditinggalkan..

Semoga hikmahnya bisa bikin hidup kita lebih baik, ya. Lebih terarah, dan yang nggak kalah pentingnya, bisa lebih menghargai kehidupan, sebelum kehidupan.

Turn to God, before you return to God.

Cerita di atas bener-bener diilhami dari insiden nyata. Tidak ada orang yang sanggup melupakan tragedi berdarah itu, kan?

Beklah.

Sekian dulu, ya, cermis dari gue kali ini. Yang mau komentar, silakan di box comment. Babay~

*kecup horizontal*

Monday, February 11, 2013

Bedah Buku The Fabulous Udin.




Bismillah ...

Assalamualaikum, LOLs. Gimana kabar kalian hari ini? Mudah-mudahan selalu bersyukur apapun keadaannya, ya. Ehm.

Setelah--alhamdulillah--lumayan sukses dengan project iseng gue di buku pertama (buku Wow Konyol), sekarang gue kembali mencoba mengulang kisah manis dengan mengeluarkan buku ke-2. Kali ini bukan project iseng lagi. Gue menggarapnya dengan sangat serius, pakai hati dan sangat hati-hati. Buku ini berkonsep novel kisah yang dikasih tajuk The Fabulous Udin. Kisah kolosal dari seorang pemuda tanggung yang berjuang memudahkan hidup orang lain, dan bukan hidupnya sendiri. 

Bukan, si Udin bukan bocah tajir. Dia memudahkan semua dengan akal dan imajinasi, bukan dengan harta kekayaan.

Kenapa harus Udin? Kenapa bukan Gabriel, Galileo, Galapagos, Genderuwo atau Gigolo gitu biar megah? Udin itu nama yang terlalu mainstream dan cenderung norak. Kenapa harus Udin?

Oke. Jawabannya simple aja. Karena semua pembaca buku gue sudah sangat akrab dengan nama tokoh yang satu ini. Di timeline, di buku Wow Konyol dan di setiap kotak tawa yang menggema, Udin lah salah satu tokoh ter-sentral yang banyak mempengaruhi situasi.  Ulahnya, kekonyolannya, kebodohannya, ke-nyentrik-annya, hingga kelancangannya tak urung selalu menciptakan suasana meriah yang kadang tidak terkendali. Umm, kadang-kadang mesum juga soalnya. Udin memang sebuah nama yang jauh dari kata keren. Tapi di sinilah pepatah 'apalah arti sebuah nama' mulai bisa dijunjung tinggi.

Kenapa? Karena karakter baru yang gue bangun melalui nama ini bukanlah karakter biasa. Tidak sempurna memang, tapi juga tidak biasa. Segala sesuatu yang dikisahkan melalui The Fabulous Udin akan membuat nama yang biasa ini menjadi tidak biasa tentu saja.

Memangnya si Udin ini sehebat apa, sih? Segenius apa dia? Ulah apa saja yang dia perbuat sampai membuat semua orang jatuh cinta? Umm, dia ganteng, nggak?

Oke, langsung aja gue paparkan sinopsisnya, ya. Ringkasan cerita bikinan gue yang juga direkomendasikan sama penerbitnya, @bentangpustaka.

Colekidot:

Sinopsis The Fabulous Udin.

Pernahkah kamu merasa aman saat berada dekat sahabat? Pernahkah kamu merasa semua kesulitan tak ada artinya saat ia ada dan dekat? Dan pernahkah ketakutanmu tiba-tiba saja lenyap saat ia tersenyum dan mendekapmu erat-erat?

Udin, seorang bocah social genius yang belum mengenal dirinya sendiri ini mampu menumbuhkan semua perasaan itu. Rasa kagum saat ia berhasil memecahkan masalah semua insani. Rasa takjub saat kecerdasannya berhasil mengendalikan situasi. Rasa sukacita saat ia menaklukkan kebekuan hati. Rasa berbunga saat ia mengalunkan nada puisi. Hingga rasa cinta dan tergila-gila saat ia memenangkan sayembara untuk pertama kali. Iya. Sayembara.

Udin bukanlah bocah genius dalam bidang akademis, melainkan sosialis. Pemuda tanggung yang bahkan belum berani bermimpi ini memiliki pemikiran dan pemahaman sosial yang tidak biasa untuk bocah seusianya. Pemikiran dan pemahaman yang tidak biasa, bukan luar biasa. Dingin. Tak bisa ditebak. Berbisa.

Bagaimana tingkah anehnya mampu menampilkan banyak pertunjukan hebat? Bagaimana ulah nyelenehnya sanggup menaklukkan hati yang sekarat? Dan bagaimana titik terlemahnya dilumpuhkan oleh seorang gadis mungil yang selalu membuatnya merasa kecil?

Udin, pemuda tanggung yang sudah ditinggal oleh bapaknya sejak kecil ini tidak akan membuatmu beranjak sebelum menghabiskan lembar terakhir dari kisah-kisahnya yang menggetarkan hati.

Udin. Semua seakan mudah saat ia ada.
                                     

                                                                ****

Kira-kira begitu sinopsinya, LOLs. Mudah-mudahan cukup membangkitkan rasa penasaran kalian buat nyimak kisah selengkapnya, ya. Mehehe ...

Nah, si Udin, si Inong, si Jeki sama si Ucup ini adalah 4 sahabat kental yang menjadi tokoh sentral di The Fabulous Udin. Sekarang mereka sudah mulai beranjak gedek dan mulai mengenal apa itu yang dinamakan jatuh cinta. Yap yap. Jatuh cinta. 

Cinta memang tidak pernah mengenal batas untuk dibahas. Bahkan, di dunia ini hanya ada dua hal yang paling tidak berujung. Dia adalah cinta dan alam semesta. Dan, gue nggak begitu yakin dengan alam semesta. 

Termasuk trik dan intrik cinta-segitiga-monyet dalam novel ini. Kehadiran seorang gadis mungil nan cantik namun angkuh, dingin dan gengsian mampu membalikkan keadaan hingga dalam taraf yang tidak terduga. Keadaan yang lebih baik, atau sebaliknya? Lalu, siapa dia? Apakah Udin jatuh cinta padanya? Lalu, mampukah dia menaklukkan hati sang gadis? Entahlah. Bagi Udin, urusan cinta seribu kali lebih rumit daripada urusan perut. Menyelamatkan nyawa orang lebih mudah dilakukan ketimbang menyatakan cinta. Dan, mengatasi masalah segenting apapun lebih mudah dikendalikan ketimbang mengendalikan perasaannya sendiri. 

Tapi pada akhirnya, cinta sejati, sejatinya tidak mengenal dusta. Saat dia tidak memberimu apa-apa, kamu merasa telah menerima segalanya. Saat dia tidak melakukan apa-apa, hatimu menjerit dan menangis histeris untuknya.

Seperti yang dialami sang gadis. Dalam keheningan dan dinginnya angin pesisir, seluruh prinsip gila dan pandangan ekstrim yang membangun kepribadiannya, seketika runtuh hanya gara-gara sebaris kata yang terucap dari bibir Udin. Bahkan si Udin sendiri tidak pernah sadar ulahnya kerap membuat sang gadis semakin menderita ... Karena cinta.

Nah lo, si Udin ngomong apa, tuh, sampai-sampai bikin anak orang kelojotan? Rahasia. Mehehe ...

Yang pasti, kehadiran sang gadis dalam kehidupan keempat sahabat itu bakal jadi pemanis legit yang menghidupkan cerita. 

Dengan ketinggian mencapai 400 halaman, tentunya masih masih masih banyak adegan, plus kejutan yang bisa kamu temukan. Bagaimana si Udin menyelamatkan nyawa seseorang, yang bahkan Sherif senior pun dibuat angkat tangan. Bagaimana dia membuat seorang bocah kecil turun dari pohon tanpa harus memanggil petugas pemadam kebakaran lagi. Bagaimana dia mengusir seorang guru super-killer yang kerap menebar terror mencekam di sekolahnya (nah, siapa tahu idenya bisa dipake buat ngusir guru killer di sekolahmu juga. Ahaha!). Termasuk, bagaimana dia--lagi-lagi--diperdayai oleh cinta yang membuatnya murka bukan kepalang.

Belum lagi karakter si Jeki, Inong dan Ucup yang nggak kalah bedebahnya. Kedewasaan dan semua tingkah mereka bisa dipastikan bakal bikin kamu terenyuh, sekaligus nyengir-nyengir nggak jelas dalam waktu yang bersamaan.

Yang mengerjakan novel ini bukan gue, tapi hati gue. Setiap bab-nya sudah benar-benar diukir sedemikian rupa supaya nggak membosankan dibaca. Apalagi buat yang suka Cermis gue, kalian boleh membuktikan daya khayal dan imajainasi gue dari sisi yang jelas berbeda, tapi tetap total. Mehehe... *nyengir mulu dari tadi*

Cukup sekian, ya, bedah buku Udin-nya. Menurut penerbitnya, The Fabulous Udin udah bisa diburu di toko-toko buku mulai tanggal 20 februari 2013. Harganya 59k. 

Buat order online, bisa langsung kesini.

Sekali lagi, tidak ada yang lebih baik dari jajan buku. Kalau kamu takut menghabiskan uang jajanmu untuk membeli buku, berarti kamu takut membaca.

Buku adalah jendela dunia. Jika kamu enggan membaca, berarti kamu menutup dunia.

Thankiss, ya, udah mampir ke warung kopi gue yang busuk ini. Buat yang mau komentar, silakan di box comment. Kalau mau komentar di twitter, boleh. Jangan lupa hesteknya: #TheFabulousUdin.

Wassalamualaikum. *kecup melengkung*