Thursday, February 6, 2014

Hidden Green Paradise


Ketika ditanya, tampat traveling green view paling indah kesukaan lo dimana? Semua pasti serempak jawab: Danau Toba, Bromo, Dieng, Gang Doli, atau Ngarai Sianok. Ya, oke. Semuanya emang keren. Tapi, jarak yang kudu kalian tempuh dari Jakarta ke tempat-tempat itu, kan, nggak main-main jauhnya. Apalagi cost yang dibutuhin juga lumayan nguras duit gajian, atau duit emak.

Nah, dalam sebulan terakhir ini gue udah nyoba keliling tanah Pasundan buat berburu angin sejuk di pedesaan (karena panorama beton terlalu mainstream). Hasilnya nggak mengecewakan rupanya. Bisa dibilang.. menakjubkan. Dengan cost yang nggak bikin dompet mendadak ramping, gue bisa ngerasain suasana sejauh Jakarta sampai Merauke. Melarikan diri dari rutinitas, meloloskan diri dari hiruk pikuk, membebaskan jiwa dari aturan ketat (lebih ketat dari kaosnya Bang Ipul), kerasa jadi lebih bijak dan worth it.

Gue mulai dari Ciwidey, Bandung, ya. Ini green view favorite gue all the time. Panorama berkelas dunia bisa kalian temuin di sini, dengan jarak tempuh cuma *selangkah dari Jakarta. 

*jangan percaya

Untuk peta lokasi, kalian googling aja sendiri, atau tanya sopir-sopir bajaj kesayangan kalian, ya. Gue cuma bisa ngasih teaser keelokannya doang.

Ciwidey ini panoram hijau yang dihiasin samudera perkebunan teh di sepanjang jalan dua tapak. Tea garden tersebut terletak di Kecamatan Rancabali. Perkebunan teh Rancabali ini yang paling besar di Jawa Barat. Luasnya lebih dari 1500 hektar, 1600 meter di atas permukaan laut. Nggak usah ngebayangin gimana dinginnya angin yang menggerayang di sini. Trust me, nyiksa banget. Tapi, in a good way pastinya. Di sekitar perkebunan teh banyak tempat wisata yang udah nggak asing lagi buat pecandu piknik. Kawah Putih, Pemandian Air Panas, Saritem, dan Situ Patenggang yang menghampar angkuh di tengah miliaran lembar daun teh.


















Next.
Destinasi berikutnya Tasikmalaya. Kota yang udah punya twentiwan sama gramedia ini udah lumayan padat ternyata. Tapi generasi kita masih bisa ngerasain fresh air-nya. Stay di sini ga perlu pake AC. Cukup ada janda telanjang, bujang pun melayang. Ga kedinginan, tapi juga nggak kegerahan. 

Lokasi traveling yang gue buru di sini tentu aja Kampung Naga sama Gunung Galunggung. Lagi-lagi kedua lokasi ini berhasil bikin gue lupa aroma ketek gue yang sombong akibat keringetan.

Yang mau tau apa itu Kampung Naga, tradisi dan budayanya, kebiasaan unik dan mitos-mitosnya, kajian antropologi dan cabe-cabeannya, simak aja di sini 

Yang pasti, Kampung Naga lumayan menambah wawasan gue dan sesuatu yang nggak pernah terpikirkan; Orang pinggiran yang hidup tanpa listrik dan bahkan pendidikan, sanggup menjaga cultur dan adat istiadatnya sebaik mereka menjaga dirinya sendiri. Kalau udah gini, mana bisa kebudayaan mereka dicolong negeri sebelah?

Kita sebagai orang-orang yang hamtek, ada kalanya selalu menganggap orang-orang kampung itu norak. "Mereka itu bodoh, selalu percaya takhyul. Masa malam-malam membunyikan genderang dan talu-taluan biar terbebas dari gangguan setan. Kan, konyol."
Lalu, di saat yang bersamaan, orang-orang kota membunyikan klakson secara serempak biar terbebas dari kemacetan.
Bukannya itu sama-sama takhyul? :p

Ada lagi.
Kata orang-orang kota, "Dasar orang kampung. Masa mandiin anak di sungai. Airnya butek gitu. Terus, kalo anyut gimana? Kan, bahaya."

Orang kampung nggak mau kalah, "Orang-orang kota itu aneh. Tempo hari saya disuruh mandiin anak majikan saya yang masih balita. Tapi disaat bersamaan, majikan saya malah mandiin anak anjingnya yang mahal itu. Hiii, nggak kebayang gimana perasaan anaknya kalo ngerti."

Ah, sudahin aja. Biar kalian menyimpulkan sendiri, apa yang sebenernya terjadi di atas.

Ini dia panorama Kampung Naga:

 













Next.
Gunung Galunggung. Gunung yang udah deactive ini jauhnya sekitar 100 menit dari Kampung Naga. Panorama kawah yang udah ngebentuk danau ini bisa kalian liat dari bibir puncaknya. Kerrren bengeuss.
Buat nyampe ke atas juga nggak perlu ribet hiking, apalagi nyari jalan kucing. Udah disediain tangga lurus sampai atas. Masalahnya, anak tangga yang kudu dinaikin ini ternyata nggak sedikit. Kaki kalian harus siap-siap berotot setelah menapaki nggak kurang dari 620 anak tangga! Peww!

Kalau 1 anak tangga aja tingginya 25 cm, berarti total ketinggian yang harus dinaiki adalah 15.500 cm, atau 1,5 km, atau nyaris 1 mil. Itu artinya, gedung pencakar langit tertinggi di dunia aja, Burj Khalifa, masih kalah jauuuh dari ketinggian puncak Galunggung. Dan dalam keadaan nggak siap, kalian harus menaikinya dengan jalan kaki! Nggak ada, di Galunggung nggak ada elevator. Lagi rusak.

Sehabis bertarung melawan nafas yang ngos-ngosan, sekurangnya 2000 kalori bakal dihanguskan dari tubuh. Kalau beruntung, lingkar pinggul kalian bakal berkurang beberapa centimeter. Yang apes, gimana coba kalau kalori yang dibakar itu justru cuma di bagian dada doang? Waheyy, kempes tetek kita! (logat bekasi). 












Segini aja dulu, ya, LOLs, Explore Pasundannya. Tunggu sekuelnya, karena gue masih nyimpen cerita-cerita mahakarya Tuhan ini di postingan blog berikutnya.

Numpang nyisipin referensi, ya. Kali aja ada yang punya mimpi jalan-jalan jauuuh ke belahan bumi lain, tapi nggak memungkinkan karena gaji aja masih sering pending.

Ini juga mimpi gue. Jalan-jalan gratis ke negeri orang, dengan sedikit faktor keberuntungan!

Aheuyy, gratis liburan ke 5 benua. Ciamik, kan? Nggak usah pake mikir. Cuma 5 menit doang join sayembara #BebasLiburan ini, terus tinggal nunggu kabar ngejutinnya. Silakan, bisa simak di sini

Selagi nunggu terbang ke daratan impian kalian, jangan lupa napak tilas ke Hidden Green View-nya Pasundan, ya, dan ditunggu ceritanya. 

Oya, yang mau kasih referensi lokasi-lokasi traveling oke di sekitar jawa, sangat-sangat boleh diinfoin ke gue. Ditunggu di box comment. 

*kecup meletus*